Keutamaan
Hari Jum’at
(Oleh
: Al-Ustadz Abdul Mu’thi, Lc.)
Sesungguhnya
Dzat yang mencipta alam semesta dan yang mengatur jagat raya telah melebihkan
atau mengistimewakan sebagian hari di atas hari-hari yang lain. Di antaranya
adalah hari Jum’at, Allah Subhanahu wata’ala
memerintah umat Islam untuk
mengagungkannya dengan beragam amalan yang disyariatkan. Padahal umat
sebelum kita, dari kalangan Yahudi dan Nasrani, telah diperintah untuk
mengagungkannya, namun mereka menyelisihinya. Orang Yahudi memilih hari Sabtu
dan orang Nasrani memuliakan hari Minggu (Ahad).
Jum’at
adalah salah satu nama hari dalam sepekan. Dalam bahasa Arab, bentuk
penulisannya adalah ,الْجُمْعَةُ terambil dari kata ( الْجَمْعُ ) yang berarti
mengumpulkan sesuatu yang terpencar. Adapun menurut para ahli qiraat, cara
membacanya ada tiga: dengan didhammah huruf mimnya (اْلجُمُعَة), difathahkan
(اْلجُمَعَة) atau disukun (اْلجُمْعَة). (Lihat al-Qamus al-Muhith, 3/14-15 dan
Tafsir al-Qurthubi, 18/97)
Adapun
tentang alasan dinamakan hari Jum’at, para ulama berbeda pendapat setelah
mereka sepakat bahwa di masa jahiliah manusia
menamakannya hari al-‘Arubah. Dalam Fathul Bari (2/353), al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullah
telah menyebutkan pendapat-pendapat ulama tersebut lalu menguatkan pendapat
yang mengatakan bahwa dinamakan hari Jum’at karena penciptaan Nabi Adam ‘alaihis
salam terjadi pada hari tersebut.
Landasan
pendapat ini adalah hadits Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam berkata kepadanya, “Wahai Salman,
apa itu hari Jum’at?” Salman menjawab, “Allah Subhanahu wata’ala dan
Rasul-Nya yang lebih tahu.” Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam mengulangi
pertanyaan tersebut sampai tiga kali dan Salman selalu menjawab dengan jawaban
yang sama. Lantas Nabi Shalallahu ‘alaihi wasallam mengatakan,
يَا سَلْمَانُ، يَوْمُ الْجُمُعَةِ
بِهِ جُمِعَ أَبُوْكَ -أَوْ أَبُوْكُمْ- أَنَا أُحَدِّثُكَ عَنْ يَوْمِ
الْجُمُعَةِ
“Wahai
Salman, hari Jum’at terkumpul padanya penciptaan bapakmu atau bapak kalian. Aku
akan bercerita kepadamu tentang hari Jum’at.”(Shahih Ibnu Khuzaimah no. 1732)
Hari
Jum’at memiliki kedudukan yang sangat mulia dalam syariat Islam dan mempunyai
keistimewaan yang tidak ada pada hari-hari yang lain. Berikut beberapa
keistimewaan hari Jum’at.
1.
Hari raya umat Islam yang terulang-ulang setiap pekan
Hal
ini sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda pada suatu Jum’at,
مَعَاشِرَ الْمُسْلِمِيْنَ، إِنَّ
هذَا يَوْمٌ جَعَلَهُ اللهُ لَكُمْ عِيْدًا
“Wahai
segenap kaum muslimin, sesungguhnya ini adalah hari yang dijadikan oleh Allah Subhanahu
wata’ala sebagai hari raya bagi kalian.” (HR. ath-Thabarani dalam
al-Mu’jamash-Shaghir dan dinyatakan sahih oleh asy-Syaikh al-Albani dalam
Shahih al-Jami’)
2. Terjadinya hari kiamat pada hari
Jum’at
Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ
الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ، فِيْهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيْهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ
وَفِيْهِ أُخْرِجَ مِنْهَا، وَ تَقُوْمُ السَّاعَةُ إِ يَوْمُ الْجُمُعَةِ
“Sebaik-baik
hari yang terbit matahari pada waktu itu adalah hari Jum’at. Pada hari itu Adam
diciptakan, dimasukkan ke dalam surga, dan dikeluarkan dari surga. Tidak akan
terjadi kiamat selain pada hari Jum’at.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu)
3. Orang yang mati pada hari Jum’at
ataumalam Jum’at akan dihindarkan dari fitnah (pertanyaan) kubur
Nabi
Shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوْتُ يَوْمَ
الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِ وَقَاهُ اللهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Tiada
seorang muslim yang mati pada hari Jum’at atau malamnya kecuali Allah Subhanahu
wata’ala akan menghindarkannya dari fitnah kubur.” (HR. Ahmad dari Abdullah
bin ‘Amr radhiyallahu ‘anhuma. Dalam Ahkam al-Janaiz, asy-Syaikh
al-Albani menyatakannya hasan atau sahih dengan banyaknya jalan periwayatan)
4. Diharamkan menyendirikan puasa pada
hari Jum’at tanpa dibarengi oleh puasa sehari sebelum atau setelahnya
Hal
ini berlandaskan hadits Juwairiyyah radhiyallahu ‘anha, istri Nabi Shallallahu
‘alaihi wasallam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam masuk kepadanya
hari Jum’at dalam keadaan dia Shallallahu ‘alaihi wasallam sedang
berpuasa. Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, “Apakah kamu puasa
kemarin?” Juwairiyah menjawab, “Tidak.” Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam
bertanya lagi apakah kamu ingin puasa esok hari?” Juwairiyah menjawab,“Tidak.”
Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam berkata,“Berbukalah kamu!” (HR.
al-Bukhari no. 1986)
5.
Ada saat yang mustajab/dikabulkan bagi orang yang berdoa
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah radhiyallahu ‘anhu
menyebutkan hari Jum’at lalu bersabda,
فِيْهِ سَاعَةٌ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ
مُسْلِمٌ وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلَّا
أعْطَاهُ إِيَّاهُ
“Pada
hari itu ada saat yang tidaklah seorang hamba muslim bertepatan dengannya dalam
keadaan dia berdiri shalat yang ia meminta sesuatu kepada Allah Subhanahu
wata’ala melainkan akan dikabulkan oleh-Nya.” (HR. al-Bukhari no. 935)
Saat
yang mustajab dari hadits ini diperselisihkan waktunya oleh ulama. Al-Hafizh
Ibnu Hajar rahimahullah menyebutkan ada 42 pendapat. Dari pendapat
sebanyak itu, yang dikuatkan oleh al-Hafizh ada dua, yaitu antara duduknya imam
di atas mimbar hingga selesai shalat Jum’at, dan
pendapat
yang kedua adalah setelah shalat ashar hingga tenggelamnya matahari. (Fathul
Bari 2/416-420)
Setelah
menyebutkan bukti-bukti bahwa saat yang mustajab itu setelah ashar, Ibnul
Qayyim rahimahullah menyebutkan, “Ini adalah pendapat mayoritas salaf,
dan banyak hadits menunjukkan pendapat ini. Pendapat berikutnya adalah saat
shalat Jum’at. Adapun pendapat selebihnya tidak ada dalilnya.”
Al
Imam Ibnu Qayyim rahimahullah menyebutkan, waktu yang dikhususkan adalah
akhir waktu setelah ashar, yaitu waktu tertentu di hari Jum’at yang tidak maju
dan tidak mundur. Adapun waktu shalat Jum’at maka mengikuti shalat tersebut
baik maju pelaksanaannya maupun mundur. Beliau menyebutkan bahwa berkumpulnya
kaum muslimin, shalat mereka, kekhusyukan dan permohonan mereka kepada Allah Subhanahu
wata’ala, memiliki pengaruh kuat untuk dikabulkannya doa. (Zadul Ma’ad)
Masih
banyak keistimewaan hari Jum’at yang tidak bisa ditampilkan seluruhnya di sini
karena keterbatasan ruang. Ibnul Qayyim rahimahullah telah menyebutkan
sekian puluh keistimewaan dalam kitabnya Zadul Ma’ad jilid pertama. Bahkan,
as-Suyuthi rahimahullah menulis kitab khusus tentang keistimewaan hari
Jum’at yang beliau beri judul Nurul Lum’ah fi Khashaish Yaumil Jumu’ah.
saja,
orang yang membacanya perlu jeli dan hati-hati karena as-Suyuthi tidak hanya
memuat hadits/atsar yang kuat tetapi juga yang lemah, bahkan maudhu’
(palsu). Wallahu a’lam.
Sumber:
http://asysyariah.com
Berita Terkait